Selamat sore menjelang malam pembaca blog,
Dari
perbincangan sebelumnya kami belum menentukan secara pasti wilayah mikro kami
yang memiliki luas ±10 Ha. Akhirnya kami telah menentukan wilayah mikro kami
yang tepatnya berada di Desa Mororejo, Kecamatan Kaliwungu, Kabuapten Kendal.
Wilayah mikro kami ini terletak tepat pada pesisir Desa Mororejo dan berada di
sebelah barat Pantai Ngebum yang populer sebagai obyek wisata unggulan Desa
Mororejo. Disamping itu wilayah mikro kami juga terletak tidak jauh di sebelah
timur dari Pelabuhan Kendal yang merupakan salah satu infrastruktur penting di
Kabupaten Kendal. Koordinat wilayah mikro kami tepatnya pada 6°55'36,94"
Lintang Selatan (LS) dan 110°17'58,06" Bujur Timur (BT).
Sumber: Analisis Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Dalam
memilih wilayah makro kami sempat mengalami konflik pemilihan lahan dengan
kelompok 4 yang memilih wilayah makro yang berada tepat di sebelah timur
wilayah mikro kami. Kelompok 4 ingin memilih kawasan Pantai Ngebum yang
memiliki potensi besar akan pengembangan pariwisata. Pada akhirnya pun kami
bekerjasama dalam menentukan batas wilayah mikro masing-masing serta
merencanakan kawasan mikro secara terintegrasi. Hal ini demi sama-sama
meningkatkan kemajuan masing-masing wilayah.
Setelah
kami menentukan wilayah studi mikro, maka kami mencoba untuk mengidentifikasi
wilayah mikro kami disamping keterkaitannya dengan kawasan meso dan makro yang
telah ditentukan sebelumnya. Wilayah mikro kami berjarak 14,05 km dari pusat Kota
Kendal dan berjarak 11,10 km dari pusat Kecamatan Kaliwungu. Lokasi wilayah
mikro kami sangat mudah untuk diakses karena berada tidak jauh dari Jalan
Lingkar Kaliwungu dan berada dekat dengan Pantai Ngebum sebagai obyek wisata.
Disamping itu kawasan kami juga berada dekat dengan kawasan industri Pabrik
Rimba Partikel Indonesia yang memproduksi kayu lapis. Kawasan industri ini
berada di sebelah timur Pantai Ngebum dengan aksesbilitas yang baik yaitu jalan
yang dibangun dari pihak industri tersebut.
Dalam
mengidentifikasi wilayah mikro kami, kami menggunakan 2 metode yaitu dengan
metode survey/ observasi dan metode penginderaan jauh. Metode survey/ observasi
digunakan dalam mengidentidikasi kondisi prasarana dan sarana serta non fisik
(kependudukan, perekonomian, sosial, budaya, dan sistem kelemagaan). Sedangkan
metode penginderaan jauh digunakan untuk mengidentifikasi kondisi fisik alam
wilayah mikro yang mencangkup kondisi topografi, jenis tanah, klimatologi dan
bahaya geologi. Disamping itu metode penginderaan jauh digunakan dalam
mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan yang mencangkup tata guna lahan
dan keseuaian lahan.
Dalam
mengidentifikasi kondisi fisik alam diketahui bahwa wilayah mikro kami
memiliki kelerengan datar dari 0 hingga 8 meter di atas permukaan laut
dengan tanah berjenis alluvial hidromorf. Karakteristik jenis tanah ini sering
berada di daerah yang tergenang air sehingga cocok untuk ditumbuhi tanaman yang
dapat hidup di media tanah bercampur air. Warna tanah ini kelabu tua hingga
kehitaman. Sedangkan curah hujan teridentifikasi memiliki intensitas rendah,
namun daerah ini memiliki kerawanan bencana banjir dan abrasi sehingga
dibutuhkan penanganan yang serius terhadap perencanaan daerah pesisir Desa
Mororejo di masa depan. Hal ini diperkuat dengan keterangan warga yang didapat
selama survey yang dilakukan oleh kami bahwa sudah setiap tahun Desa Mororejo
terlanda banjir dan abrasi yang sudah terjadi dari tahun 2000 silam.
Sumber: Analisis Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Dari
hasil penginderaan jauh untuk mengidentidikasi penggunaan lahan di wilayah
mirko kami didapatkan 3 fungsi utama penggunaan lahan yaitu tambak/ empang,
wisata Pantai Ngebum dan perdagangan jasa obyek wisata. Kawasan kami juga
dilalui oleh sungai di sisi tenggara wilayah mikro. Sedangkan dalam
mengidentifikasi kesuian lahan didapatkan 2 fungsi utama yaitu brown
field dan green field.
Banyak yang tidak mengetahui apa itu brown
field dan green field.
Maka kami perjelas bahwa brown field adalah lahan yang secara
aturan fungsi dapat/ diperbolehkan untuk dibangun dan pada kondisi eksisting
telah didirikan bangunan, sedangkan green
field merupakan lahan yang secara aturan fungsi dapat/
diperbolehkan untuk dibangun dan pada kondisi eksisting belum didirikan satu
bangunan pun. Berdasarkan identifikasi hampir seluruh lahan di wilayah mikro
merupakan green field dengan fungsi lahan
eksisting sebagai tambak dan sisanya merupakan bangunan perdagangan jasa yang
merupakan bagian dari wisata Pantai Ngebum dan teridentifikasi sebagai brown
field.
Sumber: Analisis Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Untuk
metode survey / observasi kami mengunjungi Desa Mororejo selama 3 hari
berturut-turut untuk dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan data yang kami
perlukan untuk mendapatkan konsep perencanaan pengembangan pesisir yang tepat
untuk mengatasi masalah yang terjadi serta meningkatkan potensi yang dimiliki
oleh wilayah mikro kami. Untuk kondisi sarana perdagangan dan jasa terdapat 25
buah toko dan warung yang menyediakan makanan dan minuman untuk para pelancong
Pantai Ngebum yang berada di sebalah timur wilayah mikro kami. Seluruh toko dan
warung tersebut dikelola oleh masyarakat Desa Mororejo sendiri sebagai
sumber pendapatan sampingan warga. Berdasarkan keterangan warga pelancong
Pantai Ngebum lebih sering dikunjungi pada hari minggu dan hari libur lainnya
sehingga memicu munculnya pasar dadakan di Pantai Ngebum yang sangat
pendongkrak ekonomi warga asli Desa Mororejo. Hal ini cukup positif guna
meningkatkan penghasilan warga asli, sehingga diperlukan pendongkrak sektor
pariwisata yang lebih besar untuk lebih meningkatkan lagi pendapatan warga
sekitar.
Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan
Pembangunan Kota, 2015
Disamping
sarana perdagangan dan jasa terdapat sarana peribadatan berupa 1 mushola serta
sarana transportasi seperti lahan parkir dengan luas 1.500 meter persegi yang
berada tidak jauh dari wilayah makro, serta ojek, becak dan delman yang dapat
membawa pelancong memutari pantai atau menuju ke jalur utama pantura.
Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan
Pembangunan Kota, 2015
Sebagai
obyek wisata Pantai Ngebum memiliki beberapa sarana pariwisata diantaranya
yaitu kantor layanan informasi Pantai Ngebum, penyewaan ban, penyewaan ATV,
penyewaan kursi pantai, delman, beberapa wisata air seperti perahu wisata dan
banana boat.
Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan
Pembangunan Kota, 2015
Berdasarkan
observasi juga didapatkan kondisi prasarana yang cukup baik seperti jaringan
listrik, drainase, air bersih, dan sanitasi. Namun untuk jaringan jalan masih
terdapat jalan yang rusak di beberapa titik dan pengelolaan sampah juga masih
buruk. Pengelolaan sampah yang buruk dikarenakan seringnya pelancong membuang
sampah sembarangan karena minimnya sarana tempat sampah di Pantai Ngebum. Hal
ini memicu terjadinya banjir serta pencemaran lingkungan apabila terus menerus
tidak terkelola dengan baik. Banjir juga dapat disebabkan oleh sistem drainase
yang kurang terintegrasi dengan baik.
Sumber: Dokumentasi
Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Sedangkan
dalam mengidentifikasi kondisi non fisik kami membaginya menjadi 5 sisi yang
terdiri dari kondisi kependudukan, perekonomian, sosial, budaya, dan
kelembagaan. Dari sisi kependudukan, wilayah mikro kami teridentifikasi tidak
dihuni oleh penduduk dikarenakan hampir seluruh lahan difungsikan sebagai
tambak. Sedangkan dalam mengidentifikasi kondisi perekonomian dapat diketahui
dari fungsi lahan tersebut, dimana sebagian besar lahan digunakan sebagai
tambak oleh warga. Dari lahan tambak tersebut warga dapat membudidayakan ikan
bandeng, udang windu, udang vanamie dan ikan nila. Kecamatan Kaliwungu memang
terkenal akan produksi bandeng dan udangnya yang melimpah. Namun hal ini
terancam oleh abrasi yang sering menggerus batas tambah sehingga tambak pun menjadi
rusak dan petani tambak merugi. Maka diperlukan adanya penanggulangan bencana
abrasi yang ramah lingkungan.
Sumber: cdn.bisnisukm.com dan Dokumentasi Kelompok 6B Studio
Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Disamping
itu terdapat Pantai Ngebum yang menjadi salah satu sumber ekonomi warga. Untuk
memasuki kawasan wisata Pantai Ngebum pelancong diwajibkan membayar tiket masuk
dan harga parkir dengan besaran biaya sebagai berikut:
Retribusi Pantai
Ngebum
Jenis
Retribusi Pantai
|
Harga (Rp)
|
|
Tiket Masuk
|
2.500
|
|
Parkir
|
Roda dua
|
2.000-3.000
|
Roda empat
|
5.000
|
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan
Kota, 2015
Berdasarkan
hasil wawancara dengan penjaga kantor pelayanan informasi Pantai Ngebum
bahwa dalam 1 bulan saja pendapatan diperkirakan mencapai Rp11.500.000.
Sedangkan pemasukan yang akan masuk langsung ke masyarakat yaitu dari biaya
parkir karena lahan parkir merupakan lahan milik warga. Sedangkan pendapatan
lainnya dihasilkan dari sektor perdagangan dan jasa yang berada di Pantai
Ngebum dengan besaran biaya sebagai berikut:
Pelayanan Jasa
Pantai
Jenis
Pelayanan Jasa Pantai
|
Harga (Rp)
|
|
Penyewaan Ban
|
5.000
|
|
Penyewaan Kursi Pantai
|
5.000
|
|
Perahu Wisata
|
Dewasa
|
10.000
|
Anak-anak
|
5.000
|
|
Banana Boat
|
25.000
|
|
ATV
|
20.000
|
|
Delman
|
20.000
|
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan
Kota, 2015
Sedangkan
kondisi sosial masyarakat yang terlihat di wilayah mikro yaitu terlebih pada
aktivitas rekreasi dan wisata di Pantai Ngebum. Sedangkan pada sisi lain
wilayah mikro teridentifikasi beberapa warga yang bermata pencaharian sebagai
petani tambak melalukan pembudidayaan ikan bandeng di tambak-tambak yang
tersebar di wilayah tersebut. Untuk kondisi budaya teridentifikasi bahwa
masyarakat Desa Mororejo masih berpegang erat pada ajaran agama, hal ini dapat
diketahui dari banyaknya terdapat pondok pesantren di wilayah tersebut yang
mencapai 23 pondok. Lalu dalam mengidentifikasi kondisi sistem kelembagaan kami
membaginya menjadi 2 bagina yaitu kelembagaan pemerintah dan organisasi
masyarakat serta tinjauan kebijakan pemerintah. Di Desa Mororejo sendiri terdapat
sebuah lembaga masyarakat yang bernama Lembaga Masyarakat Peduli Lingkungan
yang didirikan pada tahun 2014, sebagai titik dimana masyarakat mulai sadar
bahwa diperlukan adanya aksi untuk menciptakan lingkungan yang ramah. Lembaga
ini telah melakukan perubahan diantaranya seperti melakukan penghijauan di
sepanjang Pantai Ngebum, normalisasi drainase tersier dan sekunder, serta
pengadaan lampu penerangan jalan yang bekerjasama dengan instansi terkait dan
industri yang berada di sekitar Pantai Ngebum. Berdasarkan dari salah satu
keterangan dari anggota lembaga tersebut bahwa yang menjadi masalah besar di
daerah ini adalah tentang pengelolaan sampah. Masih banyak pelancong yang tidak
peduli terhadap lingkungan sehingga mereka sering membuang sampah dimana-mana.
Hal ini menggerakkan mereka untuk dapat mengelola sampah. Di Desa Mororejo juga
terdapat organisasi masyarakat yang bernama Organisasi Pemuda Mororejo Semangat
yang juga dapat membantu pembangunan dan pelestarian lingkungan di Desa
Mororejo.
Kondisi kelembagaan yang kedua yaitu
mengenai kebijakan pemerintah yang melingkupi wilayah studi meso maupun mikro
kami. Setelah kami tinjau dari berbagai institusi di tingkak kabupaten,
kecamatan hingga desa, kami menemukan bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Kaliwungu
akan dialihfungsikan menjadi Kawasan Industri Kendal berdasarkan RDTR Kawasan
Industri Kendal. Hal ini dikhawatirkan dapat memberikan dampak negatif bagi
masyarakat asli khususnya warga Desa Mororejo yang sebagian besar masih bermata
pencaharian sebagai petani tambak oleh karena alifungsi lahan tambak menjadi
kawasan industri. Di samping anacamanan tersebut, Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Kendal merencanakan program rehabilitasi dan konservasi kelautan dan
perikanan dengan melakukan pelatihan, penanaman mangrove dan tanaman vegetasi,
serta membangun penahan gelombang/ sabuk pantai di Desa Mororejo. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisasi dampak abrasi yang sering terjadi Desa Mororejo.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar