Selasa, 23 Juni 2015

Pengenalan Wilayah Mikro 10 Ha

Selamat sore menjelang malam pembaca blog,


Dari perbincangan sebelumnya kami belum menentukan secara pasti wilayah mikro kami yang memiliki luas ±10 Ha. Akhirnya kami telah menentukan wilayah mikro kami yang tepatnya berada di Desa Mororejo, Kecamatan Kaliwungu, Kabuapten Kendal. Wilayah mikro kami ini terletak tepat pada pesisir Desa Mororejo dan berada di sebelah barat Pantai Ngebum yang populer sebagai obyek wisata unggulan Desa Mororejo. Disamping itu wilayah mikro kami juga terletak tidak jauh di sebelah timur dari Pelabuhan Kendal yang merupakan salah satu infrastruktur penting di Kabupaten Kendal. Koordinat wilayah mikro kami tepatnya pada 6°55'36,94" Lintang Selatan (LS) dan 110°17'58,06" Bujur Timur (BT).

Sumber: Analisis Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Dalam memilih wilayah makro kami sempat mengalami konflik pemilihan lahan dengan kelompok 4 yang memilih wilayah makro yang berada tepat di sebelah timur wilayah mikro kami. Kelompok 4 ingin memilih kawasan Pantai Ngebum yang memiliki potensi besar akan pengembangan pariwisata. Pada akhirnya pun kami bekerjasama dalam menentukan batas wilayah mikro masing-masing serta merencanakan kawasan mikro secara terintegrasi. Hal ini demi sama-sama meningkatkan kemajuan masing-masing wilayah.
Setelah kami menentukan wilayah studi mikro, maka kami mencoba untuk mengidentifikasi wilayah mikro kami disamping keterkaitannya dengan kawasan meso dan makro yang telah ditentukan sebelumnya. Wilayah mikro kami berjarak 14,05 km dari pusat Kota Kendal dan berjarak 11,10 km dari pusat Kecamatan Kaliwungu. Lokasi wilayah mikro kami sangat mudah untuk diakses karena berada tidak jauh dari Jalan Lingkar Kaliwungu dan berada dekat dengan Pantai Ngebum sebagai obyek wisata. Disamping itu kawasan kami juga berada dekat dengan kawasan industri Pabrik Rimba Partikel Indonesia yang memproduksi kayu lapis. Kawasan industri ini berada di sebelah timur Pantai Ngebum dengan aksesbilitas yang baik yaitu jalan yang dibangun dari pihak  industri tersebut.
Dalam mengidentifikasi wilayah mikro kami, kami menggunakan 2 metode yaitu dengan metode survey/ observasi dan metode penginderaan jauh. Metode survey/ observasi digunakan dalam mengidentidikasi kondisi prasarana dan sarana serta non fisik (kependudukan, perekonomian, sosial, budaya, dan sistem kelemagaan). Sedangkan metode penginderaan jauh digunakan untuk mengidentifikasi kondisi fisik alam wilayah mikro yang mencangkup kondisi topografi, jenis tanah, klimatologi dan bahaya geologi. Disamping itu metode penginderaan jauh digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan yang mencangkup tata guna lahan dan keseuaian lahan.
Dalam mengidentifikasi kondisi fisik alam diketahui bahwa wilayah mikro kami memiliki  kelerengan datar dari 0 hingga 8 meter di atas permukaan laut dengan tanah berjenis alluvial hidromorf. Karakteristik jenis tanah ini sering berada di daerah yang tergenang air sehingga cocok untuk ditumbuhi tanaman yang dapat hidup di media tanah bercampur air. Warna tanah ini kelabu tua hingga kehitaman. Sedangkan curah hujan teridentifikasi memiliki intensitas rendah, namun daerah ini memiliki kerawanan bencana banjir dan abrasi sehingga dibutuhkan penanganan yang serius terhadap perencanaan daerah pesisir Desa Mororejo di masa depan. Hal ini diperkuat dengan keterangan warga yang didapat selama survey yang dilakukan oleh kami bahwa sudah setiap tahun Desa Mororejo terlanda banjir dan abrasi yang sudah terjadi dari tahun 2000 silam.


Sumber: Analisis Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
Dari hasil penginderaan jauh untuk mengidentidikasi penggunaan lahan di wilayah mirko kami didapatkan 3 fungsi utama penggunaan lahan yaitu tambak/ empang, wisata Pantai  Ngebum dan perdagangan jasa obyek wisata. Kawasan kami juga dilalui oleh sungai di sisi tenggara wilayah mikro. Sedangkan dalam mengidentifikasi kesuian lahan didapatkan 2 fungsi utama yaitu brown field dan green field. Banyak yang tidak mengetahui apa itu brown field dan green field. Maka kami perjelas bahwa brown field adalah lahan yang secara aturan fungsi dapat/ diperbolehkan untuk dibangun dan pada kondisi eksisting telah didirikan bangunan, sedangkan green field merupakan lahan yang secara aturan fungsi dapat/ diperbolehkan untuk dibangun dan pada kondisi eksisting belum didirikan satu bangunan pun. Berdasarkan identifikasi hampir seluruh lahan di wilayah mikro merupakan green field dengan fungsi lahan eksisting sebagai tambak dan sisanya merupakan bangunan perdagangan jasa yang merupakan bagian dari wisata Pantai Ngebum dan teridentifikasi sebagai brown field.


Sumber: Analisis Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015
 Untuk metode survey / observasi kami mengunjungi Desa Mororejo selama 3 hari berturut-turut untuk dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan data yang kami perlukan untuk mendapatkan konsep perencanaan pengembangan pesisir yang tepat untuk mengatasi masalah yang terjadi serta meningkatkan potensi yang dimiliki oleh wilayah mikro kami. Untuk kondisi sarana perdagangan dan jasa terdapat 25 buah toko dan warung yang menyediakan makanan dan minuman untuk para pelancong Pantai Ngebum yang berada di sebalah timur wilayah mikro kami. Seluruh toko dan warung tersebut dikelola oleh masyarakat  Desa Mororejo sendiri sebagai sumber pendapatan sampingan warga. Berdasarkan keterangan warga pelancong Pantai Ngebum lebih sering dikunjungi pada hari minggu dan hari libur lainnya sehingga memicu munculnya pasar dadakan di Pantai Ngebum yang sangat pendongkrak ekonomi warga asli Desa Mororejo. Hal ini cukup positif guna meningkatkan penghasilan warga asli, sehingga diperlukan pendongkrak sektor pariwisata yang lebih besar untuk lebih meningkatkan lagi pendapatan warga sekitar.

Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015

Disamping sarana perdagangan dan jasa terdapat sarana peribadatan berupa 1 mushola serta sarana transportasi seperti lahan parkir dengan luas 1.500 meter persegi yang berada tidak jauh dari wilayah makro, serta ojek, becak dan delman yang dapat membawa pelancong memutari pantai atau menuju ke jalur utama pantura.

Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015

Sebagai obyek wisata Pantai Ngebum memiliki beberapa sarana pariwisata diantaranya yaitu kantor layanan informasi Pantai Ngebum, penyewaan ban, penyewaan ATV, penyewaan kursi pantai, delman, beberapa wisata air seperti perahu wisata dan banana boat.
  
Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015

Berdasarkan  observasi juga didapatkan kondisi prasarana yang cukup baik seperti jaringan listrik, drainase, air bersih, dan sanitasi. Namun untuk jaringan jalan masih terdapat jalan yang rusak di beberapa titik dan pengelolaan sampah juga masih buruk. Pengelolaan sampah yang buruk dikarenakan seringnya pelancong membuang sampah sembarangan karena minimnya sarana tempat sampah di Pantai Ngebum. Hal ini memicu terjadinya banjir serta pencemaran lingkungan apabila terus menerus tidak terkelola dengan baik. Banjir juga dapat disebabkan oleh sistem drainase yang kurang terintegrasi dengan baik.

Sumber: Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015 

Sedangkan dalam mengidentifikasi kondisi non fisik kami membaginya menjadi 5 sisi yang terdiri dari kondisi kependudukan, perekonomian, sosial, budaya, dan kelembagaan. Dari sisi kependudukan, wilayah mikro kami teridentifikasi tidak dihuni oleh penduduk dikarenakan hampir seluruh lahan difungsikan sebagai tambak. Sedangkan dalam mengidentifikasi kondisi perekonomian dapat diketahui dari fungsi lahan tersebut, dimana sebagian besar lahan digunakan sebagai tambak oleh warga. Dari lahan tambak tersebut warga dapat membudidayakan ikan bandeng, udang windu, udang vanamie dan ikan nila. Kecamatan Kaliwungu memang terkenal akan produksi bandeng dan udangnya yang melimpah. Namun hal ini terancam oleh abrasi yang sering menggerus batas tambah sehingga tambak pun menjadi rusak dan petani tambak merugi. Maka diperlukan adanya penanggulangan bencana abrasi yang ramah lingkungan.

Sumber: cdn.bisnisukm.com dan Dokumentasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015

Disamping itu terdapat Pantai Ngebum yang menjadi salah satu sumber ekonomi warga. Untuk memasuki kawasan wisata Pantai Ngebum pelancong diwajibkan membayar tiket masuk dan harga parkir dengan besaran biaya sebagai berikut:
Retribusi Pantai Ngebum
Jenis Retribusi Pantai
Harga (Rp)
Tiket Masuk
2.500
Parkir
Roda dua
2.000-3.000
Roda empat
5.000
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015

 Berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga kantor pelayanan informasi Pantai Ngebum  bahwa dalam 1 bulan saja pendapatan diperkirakan mencapai Rp11.500.000. Sedangkan pemasukan yang akan masuk langsung ke masyarakat yaitu dari biaya parkir karena lahan parkir merupakan lahan milik warga. Sedangkan pendapatan lainnya dihasilkan dari sektor perdagangan dan jasa yang berada di Pantai Ngebum dengan besaran biaya sebagai berikut:
Pelayanan Jasa Pantai
Jenis Pelayanan Jasa Pantai
Harga (Rp)
Penyewaan Ban
5.000
Penyewaan Kursi Pantai
5.000
Perahu Wisata
Dewasa
10.000
Anak-anak
5.000
Banana Boat
25.000
ATV
20.000
Delman
20.000
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 6B Studio Perancangan dan Pembangunan Kota, 2015

Sedangkan kondisi sosial masyarakat yang terlihat di wilayah mikro yaitu terlebih pada aktivitas rekreasi dan wisata di Pantai Ngebum. Sedangkan pada sisi lain wilayah mikro teridentifikasi beberapa warga yang bermata pencaharian sebagai petani tambak melalukan pembudidayaan ikan bandeng di tambak-tambak yang tersebar di wilayah tersebut. Untuk kondisi budaya teridentifikasi bahwa masyarakat Desa Mororejo masih berpegang erat pada ajaran agama, hal ini dapat diketahui dari banyaknya terdapat pondok pesantren di wilayah tersebut yang mencapai 23 pondok. Lalu dalam mengidentifikasi kondisi sistem kelembagaan kami membaginya menjadi 2 bagina yaitu kelembagaan pemerintah dan organisasi masyarakat serta tinjauan kebijakan pemerintah. Di Desa Mororejo sendiri terdapat sebuah lembaga masyarakat yang bernama Lembaga Masyarakat Peduli Lingkungan yang didirikan pada tahun 2014, sebagai titik dimana masyarakat mulai sadar bahwa diperlukan adanya aksi untuk menciptakan lingkungan yang ramah. Lembaga ini telah melakukan perubahan diantaranya seperti melakukan penghijauan di sepanjang Pantai Ngebum, normalisasi drainase tersier dan sekunder, serta pengadaan lampu penerangan jalan yang bekerjasama dengan instansi terkait dan industri yang berada di sekitar Pantai Ngebum. Berdasarkan dari salah satu keterangan dari anggota lembaga tersebut bahwa yang menjadi masalah besar di daerah ini adalah tentang pengelolaan sampah. Masih banyak pelancong yang tidak peduli terhadap lingkungan sehingga mereka sering membuang sampah dimana-mana. Hal ini menggerakkan mereka untuk dapat mengelola sampah. Di Desa Mororejo juga terdapat organisasi masyarakat yang bernama Organisasi Pemuda Mororejo Semangat yang juga dapat membantu pembangunan dan pelestarian lingkungan di Desa Mororejo.
Kondisi kelembagaan yang kedua yaitu mengenai kebijakan pemerintah yang melingkupi wilayah studi meso maupun mikro kami. Setelah kami tinjau dari berbagai institusi di tingkak kabupaten, kecamatan hingga desa, kami menemukan bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Kaliwungu akan dialihfungsikan menjadi Kawasan Industri Kendal berdasarkan RDTR Kawasan Industri Kendal. Hal ini dikhawatirkan dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat asli khususnya warga Desa Mororejo yang sebagian besar masih bermata pencaharian sebagai petani tambak oleh karena alifungsi lahan tambak menjadi kawasan industri. Di samping anacamanan tersebut, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kendal merencanakan program rehabilitasi dan konservasi kelautan dan perikanan dengan melakukan pelatihan, penanaman mangrove dan tanaman vegetasi, serta membangun penahan gelombang/ sabuk pantai di Desa Mororejo. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak abrasi yang sering terjadi Desa Mororejo.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar